Subscribe:

Senin, 02 Juni 2014

MERAIH TAQWA MELALUI INTROSPEKSI


Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ashr yang berbunyi:
وَالْعَصْرِ﴿١﴾إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢﴾إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴿٣﴾
Artinya: “ demi masa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”. (Al-Ashr:1-3).
Dari ayat diatas kita diperintahkan untuk memperhatikan waktu dengan menggunakan waktu sebaik-baiknya, sehingga karena sangat urgennya waktu ini, Allah SWT memulai ayat tersebut dengan lafal wau (و) qasam yang berarti wau yang menjelaskan sumpah. Artinya bahwa Allah SWT bersumpah demi waktu bahwa manusia sungguh  benar-benar berada dalam kerugian. Lalu manusia yang seperti apakah yang akan berada dalam kerugian itu? Kalau kita kembalikan kepada firman Allah SWT dalam lafal “innal insana lafi husr”. Maka lafal al-insan merupakan lafal yang aam (umum), artinya bahwa semua manusia yang di bumi ini berada dalam kerugian. Entah itu orang Islam, katolik, kristen hindu dan yang lainnya. Akan tetapi Allah SWT berfirman dalam ayat selanjutnya sebagai pengecualian bagi ayat sebelumnya dengan firmannya “illal ladzina amanu wa amilus-solihati watawa shaubil haqq wa tawa shaubis-shabr”. Maka artinya, kecuali orang—orang yang beriman, beramal saleh, orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran sajalah yang tidak termasuk orang yang berada dalam kerugian. Maka yang harus kita pertanyakan sekarang adalah apakah kita termasuk orang-orang yang dikriteriakan seperti yang di kecualikan oleh Allah SWT dalam ayat ketiga surat Al-Ashr tadi? Maka salah satu untuk mengetahuinya adalah dengan bermuhasabah atau introspeksi diri terhadap diri kita priba.  Sudah berapa banyak amalan-amalan saleh yang telah kita kerjakan? Sudah berapa banyak shadaqah yang kita berikan? Sudah berapa banyak orang-orang miskin dan anak-anak yatim yang telah kita santuni? Dan yang paling penting kita perhatikan juga adalah sudah ikhlaskah dan sesuaikah kita dalam mengerjakan amalan-amalan tersebut sesuai dengan yang di ajarkan oleh baginda Nabi Muhammad saw? Inilah yang harus kita perhatikan dan pertanyakan kepada diri kita dalam bermuhasabah, guna meraih ketaqwaan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah SWT maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Hasyr:18).
Ayat ini memerintahkan kepada kita selaku orang yang beriman, untuk  bertaqwa kepada Allah SWT, yang dimaksud dengan taqwa adalah menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangannya. Dalam ayat ini juga Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk  memperhatikan masa yang telah lampau guna mempersiapkan hari yang akan datang atau hari kiamat. maka untuk mempersiapkan diri kita dalam menghadapi akhirat ini kita harus banyak-banyak melakukan introsfeksi diri dengan melihat kepada keadaan ibadah, kelakuan, sikap dan sifat yang telah kita lakukan sebelumnya agar kita dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Apabila di masa yang telah lampau tahun kemarin cintohnya, kita hanya melakuakan shalat fardu saja, maka di tahun ini kita harus menjalankan salat-salat sunah qobliyyah ataupun ba’diyyah dan salat-salat sunah lainnya yang dicontohkan oleh Rasulullah SWA, apabila di tahun kemarin kita sudah melakukan salat-salat fardu dan salat-salat sunah qabliyyah atau ba’diyyah-nya, maka ditahun ini kita jalankan dan biasakan salat lail (tahajud), jika tahun kemarin kita masih belum mampu melakukan puasa sunah seperti puasa hari senin dan kamis atau puasa Nabi Daud selang seling, maka di tahun sekarang ini kita harus berusaha untuk dapat mengerjakan puasa-puasa sunah tersebut. Dan begitu seterusnya sehingga dengan bermuhasabah atu berintrofeksi diri ini keimanan dan ketaqwaan kita akan terus bertambah.
Amirul mukminin Umar bin Khatab pernah berkata:
وَيُرْوَى عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ وَإِنَّمَا يَخِفُّ الْحِسَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا وَيُرْوَى عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ قَالَ لَا يَكُونُ الْعَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ مِنْ أَيْنَ مَطْعَمُهُ وَمَلْبَسُهُ ( رواه الترمذي )
Artinya: diriwayatkan dari Umar bin al-Khathab, ia berkata:“hisablah dirimu sebelum kau di hisab dan berhiaslah untuk persaksian akbar. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat itu ringan bagi orang yang menghisab dirinya di dunia”. dan diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, ia berkata: tidaklah seorang Hamba menjadi Taqwa sehingga ia menghisab dirinya sebagaimana ia menghisab temannya (tentang) dari mana makanan dan pakainya (didapatkan). (H.R Tormidzi) [at-Tirmidzi dalam kitab sunan-Nya: 2459]
Dari perkataan Umar bin al-Khatab dan Maimun ini, maka jelas bahwa dengan bermuhasabah atau introspeksi diri inilah kita dapat mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dan kita juga dapat mengetahui kekurangan-kekurangan yang harus kita perbaiki dan kita tingkatkan di hari-hari esok sebagai persiapan kita dalam menghadapi persidangan yang amat besar yaitu pada hari kiamat nanti. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama menghisab diri kita atau mengintrospeksi diri kita sebelum kita dihisab oleh Allah SWT pada hari yang besar, yaitu hari kiamat.
Sungguh alangkan indahnya apabila ketika malaikat maut akan mengambil ruh kita dari jasadnya, malaikat maut itu berkata:
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ [٨٩:٢٧] ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً [٨٩:٢٨] فَادْخُلِي فِي عِبَادِي [٨٩:٢٩] وَادْخُلِي جَنَّتِي [٨٩:٣٠]
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku. (al-Fajr: 26-30)

Wallahu a’lam….

0 komentar:

Posting Komentar